Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis malam, 26 Juni 2025, terkait dugaan suap proyek pembangunan jalan di Sumatra Utara. Dalam OTT itu, KPK mengamankan 6 orang, salah satunya diduga Kapolres yang berdinas di Sumut.
Namun, meski sempat diamankan, Kapolres tersebut tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Sampai saat ini, baru 5 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:
- Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas PUPR Sumut
- Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- Heliyanto, PPK dari Satker Penyelenggaraan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut
- M. Akhirun Efendi Piliang, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG)
- M. Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN dan anak dari Akhirun
Terkait isu penangkapan perwira polisi tersebut, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan mengaku belum mendapat informasi dan akan mengecek kebenarannya.
“Saya belum dapat informasinya. Saya cek dulu ya,” kata Ferry, Jumat (4/6/2025).
Proyek Jalan Rp 231,8 M, Fee Suap Capai Rp 46 Miliar
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa OTT dilakukan karena dugaan suap dan gratifikasi proyek jalan senilai total Rp 231,8 miliar.
Untuk mendapatkan proyek tersebut, pihak swasta yaitu Akhirun dan Rayhan menjanjikan komitmen fee senilai total Rp 46 miliar kepada para pejabat dinas.
“Ada sekitar Rp 46 miliar yang akan digunakan untuk menyuap, tapi belum diberikan,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Sabtu (28/6/2025).
Rincian Proyek yang Diduga Dikorupsi
Proyek yang jadi sasaran kongkalikong terdiri dari:
- PUPR Sumut:
- Pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel (Rp 96 miliar)
- Jalan Hutaimbaru–Sipiongot (Rp 61,8 miliar)
- Satker PJN Wilayah I Sumut:
- Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal
XI:
- Tahun 2023: Rp 56,5 miliar
- Tahun 2024: Rp 17,5 miliar
- Tahun 2025: Proyek penanganan longsor
- Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal
XI:
KPK menyebut uang sebesar Rp 231 juta juga telah disita dari rumah salah satu tersangka, diduga bagian dari suap yang sudah dibayarkan.
Modus dan Proses Pengaturan Proyek
Kasus ini terungkap berawal dari pengaduan masyarakat tentang buruknya infrastruktur jalan di Sumut. KPK lalu mendalami dan menemukan indikasi suap.
Pada 22 April 2025, Topan, Rasuli, dan Akhirun melakukan survei lokasi proyek jalan di Desa Sipiongot. Dalam kunjungan itu, Topan memerintahkan Rasuli agar menunjuk Akhirun sebagai pemenang proyek.
Selanjutnya, proses pengurusan dokumen dan e-catalog proyek diatur agar PT DNG milik Akhirun bisa menang.
Selain itu, Akhirun dan Rayhan mentransfer sejumlah uang ke Rasuli, serta memberi uang melalui perantara kepada Topan Ginting.
“Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dihitung, sekitar Rp 8 miliar,” kata Asep.
Peran PPK Satker PJN Wilayah I
Di Satker PJN Wilayah I, Heliyanto sebagai PPK juga terlibat dengan mengatur e-catalog proyek agar perusahaan Akhirun dan Rayhan kembali menang.
Dalam kurun Maret–Juni 2025, Heliyanto disebut telah menerima Rp 120 juta.
KPK Masih Telusuri Aliran Uang
Asep menegaskan bahwa pihaknya akan menelusuri aliran uang suap lebih lanjut. KPK juga bekerja sama dengan PPATK untuk melacak kemana saja uang tersebut mengalir.
“Kalau nanti ke siapa pun, ke atasannya atau sesama kepala dinas, akan kami dalami. Ditunggu saja ya,” kata Asep.